Syekh Abdul Qadir Jaelani
Syekh Abdul Qodir al Jaelani (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al Jaelani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani atau juga al Jiliydan. Biografi beliau dimuat dalam Kitab الذيل على طبق الØنابلة Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.
Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.
Murid-Murid
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al Mughni.
Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, ”Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.
Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul Qadir al Jaelani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri’ Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja’far al Adfwi (nama lengkapnya Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).
Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah."
Karya beliau, antara lain :
al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
Futuhul Ghaib.
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Beberapa Ajaran Beliau
Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.
Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba’i berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].
Kemudian, Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasulullah SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, "anakku, mengapa engkau tidak berbicara?". Aku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Ia berkata, "buka mulutmu". Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, "buka mulutmu". Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLlah SAW. Kemudian, aku berkata, "Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat”. Ia kemudian menyitir, "Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir al Jaelani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Beberapa Kejadian Penting
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. "Apa ini dan ada apa?" tanyaku. "Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat RasuLullah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW" jawab beliau.
Rasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulullah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.
Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, "Engkau tidak akan sabar kepadaku", aku akan berkata kepadamu, "Engkau tidak akan sabar kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.”
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas al Khidir as lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.
Hubungan Guru dan Murid
Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir al Jilli berkata, ”Seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syaikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulullah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulullah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulullah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Lain-Lain
Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meninggal sebagai perantara, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah. "Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya disamping (menyembah ) Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )"
Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
**********
NASIHAT SYEIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
Alhamdulillah, akhirnya selesailah saya membaca dan menghayati mutiara kata dan nasihat-nasihat daripada Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani ini. Buku ini saya dapatkannya dari Perpustakaan Sultanah Zanariah UTM. Pada mulanya, perancangan ialah ingin mencari buku berkaitan aliran Tariqat, tetapi apabila terjumpa buku ini, hati ini tertarik rasanya ingin membacanya kerana Syeikh Abdul Qadir adalah ahli sufi yang amat terkenal didunia islam.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani atau nama sebenar beliau ialah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir. Beliau adalah keturunan Rasulullah SAW melalui puteri Baginda Siti Fatimah Al-Zahra. Beliau adalah seorang ahli sufi yang tidak asing lagi di dunia islam, sehinggakan terdapat satu aliran Tariqat yang diasaskannya iaitu Tarikat Qadariah. Tulisan, nasihat dan buah fikiran beliau berkenaan dengan ketuhanan dan tasawuf sentiasa mendapat perhatian dan menjadi rujukan walaupun ianya telah berlalu lebih kurang 900 tahun yang lampau. Sama-samalah kita hayatinya dan semoga kita semua dapat mengambil sedikit pengajaran daripada tulisan ini.
TUNDUKKAN NAFSUMU SEBELUM ENGKAU DITUNDUKKANNYA.
(disampaikan di Madrasah al-Ma’murah,hari Ahad pagi,3 Syawal 545 H)
Sesungguhnya, siapa yang ingin memperbaiki dirinya, maka hendaklah dia berlatih memerangi nafsunya, sehingga dirinya bebas daripada cengkaman nafsu kerana seluruh nafsu itu mengajak kepada kejahatan.
Hai pemuda…! Nasihatilah dirimu sendiri terlebih dahulu sebelum kamu menasihati orang lain.
Janganlah engkau berlebih-lebihan dalam menasihati orang lain sedangkan dalam dirimu sendiri masih bersemayam sesuatu yang engkau perlu perbaiki
Celakalah engkau…! Sekiranya engkau tahu bagaimana membersihkan orang lain, sedangkan engkau buta untuk membersihkan dirimu sendiri. Bagaimana seorang yang buta dapat memimpin orang lain.
“Wahai hati…! Wahai roh…! Wahai manusia..! Wahai jin…! Wahai orang-orang yang berharap kepada Maha Raja..! Marilah kita ketuk pintu Maha Raja. Bersegeralah kamu kepada-NYA dengan tapak hatimu, dengan tapak takwa dan tauhid kamu, makrifat dan kewarakan kamu yang tinggi, kezuhudan kamu di dunia, di akhirat dan didalam sesuatu selain daripada yang berkaitan secara langsung dengan Tuhanmu”.
Ketahuilah…! Bahawa taubat itu adalah pusat kekuasaan dan menyesali segala perbuatan. Tanggalkanlah baju kederhakaanmu itu dengan taubat yang tulus ikhlas. Jika engkau bertaubat, hendaklah taubat itu lahir dari hatimu, bertaubatlah engkau zahir dan batin.
SEGERA MENCAPAI PINTU TAUBAT
(Ahad,10 Syawal 545 H)
Sabda Rasulullah SAW :
“Barangsiapa yang dibukakan pintu kebaikan, maka hendaklah dia mencapainya, kerana sesungguhnya ia tidak mengetahui, bila pintu itu akan tertutup baginya”
Wahai pemuda. “Bertaubatlah kamu. Bukankah kamu telah melihat, bahawa Allah akan menguji kamu dengan berbagai dugaan hingga kamu bertaubat…? Sementara engkau tidak berfikir, mlahan engkau bertahan dalam kederhakaanmu itu.
-SAQJ berkata : “Tetaplah engkau untuk sentiasa redha dengan Allah, dalam keadaan petaka atau sengsara, dalam keadaan miskin atau kaya, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan sihat atau sakit, dalam keadaan buruk atau baik, ketika memperoleh yang engkau kehendaki atau tidak. Aku tidak tahu ubat apa yang sesuai untukmu, selain daripada menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah yang Al-Haq. Jika dia menetapkan sesuatu yangmerugikan kamu, janganlah kamu benci kepada-NYA serta jangan pula kamu menjauhkan diri daripadanya.Kerana semua itu adalah ujian dan cubaan terhadapmu.
-jika sedar dan berubah,pasti Allah menukarkan kegelisahmu dengan ketenangan dan jiwamu akan menjadi tenang,tenteram dalam mentauhidkan-Nya.
Jika Al-Haq menghendaki agar hambanya menjadi baik, maka Dia akan memberikan Hidayah, mengajar mereka, mengawasi mereka, menerangi mereka, memberikan kesempatan kepada mereka, mendekatkan mereka kepada-Nya dan memberikan sinar kedalam hati mereka.
Celakalah kamu, kamu membaca dan menghafal sunnah Rasulullah, tetapi kamu tidak mengamalkannya. Engkau menyuruh manusia mengerjakan kebaikan sedangkan engkau sendiri tidak melakukannya.
Seperti Firman Allah SWT dalam surah Al-Shaf ayat 3 yang bermaksud :
“Sebesar-besar kebencian Allah, ialah bahawa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”
Sesiapa yang telah beramal sehingga kemudian mereka mencapai satu kedudukan(maqam) dimana tiada lagi perintah ataupun larangan. Tidak henti-henti mereka menyendiri(khalwat) bersama ALLAH. Kerana meninggalkan ibadah-ibadah wajib, bermakna seorang itu telah jatuh Zindiq. Tidak ada kewajipan yang gugur dari seseorang, walau dalam keadaan bagaimana juapun dia, atau apa pun tahap dan maqamnya.
Wahai kaumku, Ambillah nasihat dari Al-Quran itu dengan mengamalkannya, bukan dengan mendiskusi, memperdebat, atau menseminarkannya.
“Tidak akan ada kebahagiaan di hatimu, apabila disana bersemayam sesuatu selain Allah, bahkan seandainya kamu sujud selama seribu tahun diatas bara api sekalipun, sementara hatimu kepada selain Allah, maka hal itu tidak bermanfaat kepadamu.
Hati..! Hatilah yang beriman…! Hatilah yang mengesakan Allah…! Hatilah yang memurnikan aqidah..! Hatilah yang ikhlas…! Hatilah yang bertakwa…! Hatilah yang memelihara diri daripada yang Haram dan Syubhat…! Hatilah yang yakin…! Hatilah yang zuhud…! Hatilah yang arif…! Hatilah yang beramal…! Hatilah yang memimpin seluruh tubuh manusia, sementara seluruh anggota adalah anggota pasukan dan pengikutnya. Oleh itu, jika kamu ingin menyucapkan LAILA HAILLALLAH, maka lebih dulu hendaklah kamu ucapkan dengan hatimu, kemudian kamu iringinya dengan lidah.
Jihad Batin – Lebih berat dari jihad zahir kerana jihad batin adalah satu jihad yang berterusan. Bermaksud memutuskan semua kehendak dan dorongan hawa nafsu untuk melakukan perkara-perkara yang terlarang serta mengekang keinginan terhadapnya.
Wahai hamba…! Setiap yang engkau pandang sebagai kebaikan dan engkau mencintainya, maka cintamu itu adalah bukan cinta yang sejati. Engkau sedang terpedaya. Cinta yang hakiki adalah cinta yang tidak berubah, iaitu cinta kepada Allah, yakni cinta yang engkau lihat dengan dua mata hatimu, iaitu cinta para Al-Shiddiqin Ruhaniyyin. Mereka tidam menyintai dengan keimanan mereka, tetapi dengan keyakinan dan mata hati mereka. Terbukalah hijab yang menyelubungi mata hati mereka, sehingga mereka mampu melihat apa yang ada di alam ghaib, melihat sesuatu yang tidak mungkin bagi mereka untuk menjelaskannya.
Seorang yang berzuhud dan berada pada tahap permulaan, mesti menghindarkan diri daripada semua manusia dan orang-orang fasiq yang melakukan maksiat. Tetapi setelah mencapai tahap kesempurnaan, dia tidak akan menghindarkan,diri bahkan dia akan mencari mereka kerana penawar mereka itu ada padanya. Kerana apabila seseorang itu telah mengenal Allah, dia tidak akan menghindar dari sesuatu apapun dan tidak akan takut selain daripada Allah. Barangsiapa yang sudah sempurna ma’rifatnya kepada Allah, maka ma’rifat itulah yang akan menjadi pemandu baginya.
Seseorang bertanya kepada Syeikh bagaimana untuk mengeluarkan cinta kepada dunia.
“Hendaklah engkau melihat dengan kedua-dua mata hatimu kepada cacat-cela dunia ini. Perangilah hawa nafsumu hingga ia menjadi tenang. Jika nafsumu telah tenang, maka engkau akan mampu melihat cacat-cela dunia ini dan kamu akan bersikap zuhud terhadap dunia ini. Ketenangan itu akan wujud jika engkau memandang dari hati dan menyesuaikannya dengan bisikan batinmu.
“Jika engkau menginginkan kema’rifatan kepada Allah, maka engkau redhalah dengan qada dan qadar-Nya, dan janganlah engkau jadikan nafsu, syahwat, perangai, dan keinginanmu sebagai sekutu bagi-Nya dalam kedua-dua hal tersebut.”
Ketahuilah bahawa para guru amal dan guru ilmu akan menunjukkan engkau jalan menuju Allah. Langkah tahap pertama ialah dengan perkataan, dan pada tahap kedua ialah dengan mengamalkannya. Dengan cara ini, engkau akan bertemu dengan Allah.
Beramallah engkau kepadanya dan janganlah engkau mengharapkan pahala yang banyak. Beramallah dengan tujuan untuk mencapai dan meraih keredhaannya serta kedekata kepadanya. Pahala adalah keredhaan-Nya kepadamu dan kedekatanmu kepada-Nya dunia dan akhirat.
Peringkat pertama ialah engkau belajar kepada makhluk berkenaan hokum. Kemudian pada peringkat kedua hendaklah engkau belajar dari Khaliq mengenai ilmu Ladunni, Yakni ilmu-ilmu yang khusus untuk hati dan batin. Oleh itu carilah guru yang mursyid, kerana engkau tidak dapat belajar tanpa guru.
Barangsiapa di antara kamu yang ingin menghidupkan hatinya, maka hendaklah dia membiasakan berzikir kepada Allah didalam hatinya itu dan hendaklah dia merasakan ketenteraman bersama-Nya.Wahai hamba…! Berzikirlah engkau kepada Allah dengan hatimu sebanyak seribu kali dan dengan lisanmu sekali.
Berzikir yang dilakukan hanya dengan lisan tanpa menggunakan hati, tidak memberikan kemuliaan kepadamu. Zikir adalah zikir hati dan zikir batin, kemudian zikir lisan. Berzikirlah kamu kepada-Nya, sehingga zikir itu melebur dosa-dosamu, dengan demikian engkau tidak menanggung dosa sama sekali.
***********
Asy-Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani
Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.
Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do'a mereka. Berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.
Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari'atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo'a kepada selainNya. Allah berfirman, yang artinya:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al Jin:18)
Kelahirannya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang 'alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.
Pendidikannya
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra' dan juga Abu Sa'ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Pemahamannya
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, "thariqah" yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, "Dia (Allah) di arah atas, berada di atas 'ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. "Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, "Sepantasnya menetapkan sifat istiwa' (Allah berada di atas 'ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain). Dan hal itu merupakan istiwa' dzat Allah di atas 'Arsy.
Dakwahnya
Suatu ketika Abu Sa'ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.
Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.
Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.
Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi'ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.
Pendapat ulama
Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."
Ibnu Rajab di antaranya mengatakan, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri' Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya). Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak terbatas. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja'far al Adfawi telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini."
Ibnu Rajab juga berkata, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. "
Imam Adz Dzahabi mengatakan, "intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau." (Syiar XX/451).
Imam Adz Dzahabi juga berkata, "Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi."
Syaikh Rabi' bin Hadi Al Makhdali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil, hal.136, "Aku telah mendapatkan aqidah beliau (Syaikh Abdul Qadir Al Jailani) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. Maka aku mengetahui dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.
Secuplik Wasiat Syekh Abdul Qadir Al-Jailany.
• Ikutilah Sunnah rasul dengan penuh keimanan, jangan mengerjakan bid’ah, patuhlah selalu kepada Allah swt dan Rasulnya, janganlah melanggar. Junjung tinggi tauhid, jangan menyekutukan Allah swt, selalu sucikan Allah swt, dan jangan berburuk sangka kepadanya. Pertahankanlah kebenarannya, jangan ragu sedikitpun. Bersabarlah selalu, jangan menunjukkan ketidak sabaran. Beristiqomahlah dengan berharap kepadanya; bekerja samalah dalam ketaatan, jangan berpecah belah. Saling mencintailah, dan jangan saling mendendam.
• Tabir penutup kalbumu tak akan tersibak selama engkau belum lepas dari alam ciptaan; tidak berpaling darinya dalam keadaan hidup selama hawa nafsumu belum pupus; selama engkau melepaskan diri dari kemaujudan dunia dan akhirat; selama jiwamu belum bersatu dengan kehendak Allah swt dan cahayanya. Jika jiwamu bersatu dengan kehendak Allah swt dan mencapai kedekatan denganNya lewat pertolonganNya. Makna hakiki bersatu dengan Allah swt ialah berlepas diri dari makhluq dan kedirian; serta sesuai dengan kehendaknya tanpa gerakmu; yang ada hanya kehendaknya. Inilah keadaan fana dirimu; dan dalam keadaan itulah engkau bersatu denganNya; bukan dengan bersatu dengan ciptaannya. Sesuai Firman Allah swt :”Tak ada sesuatupun yang serupa dengannnya. Dan dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat”
• Anakku! Pertama-tama nasihatilah dirimu, kemudian nasihatilah orang lain. Perhatikanlah dirimu, jangan mengurusi orang lain, jangan mengurusi orang lain selama dalam dirimu masih ada sesuatu yang harus diperbaiki. Sungguh celaka, engkau mengaku tahu cara menyelamatkan orang lain! Engkau buta, bagaimana dapat menuntun orang lain? Hanya yang memiliki penglihatan tajamlah yang mampu menuntun umat manusia. Hanya seorang perenang handallah yang mampu menyelamatkan mereka dari samudera ganas. Hanya orang yang mengenal Allah swt lah yang dapat mengembalikan manusia ke jalan-Nya. Seseorang yang tidak mengenal-Nya, bagaimana dapat menuntun manusia ke jalan-Nya?
• Hai orang-orang yang lalai! Secara terang-terangan engkau menentang Allah swt yang Maha Benar dengan bermaksiat kepada-Nya tetapi merasa aman dari siksa-Nya? Ketahuilah tak lama lagi rasa aman itu akan berubah menjadi ketakutan, masa luangmu menjadi kesempitan, kesehatanmu menjadi sakit, kemuliaanmu menjadi kehinaan, kedudukanmu menjadi rendah, kekayaanmu menjadi kemiskinan. Ketahuilah! Rasa aman dari siksa Allah 'Azza wa jalla yang akan kau peroleh di hari kiamat sesuai dengan rasa takutmu kepada-Nya di dunia ini. Sebaliknya, ketakutanmu di hari kiamat, sesuai dengan rasa amanmu ( dari siksa Allah swt ) di dunia.
Sayangnya! Engkau tenggelam di dunia dan terperosok ke lembah kelalaian, sehingga cara hidupmu seperti hewan. Yang kalian ketahui hanya makan, minum, menikah dan tidur. Keadaan kalian ini tampak nyata bagi orang-orang yang berhati suci.
Rasa rakus terhadap dunia, keinginan untuk mencari dan menumpuk-numpuk harta telah memalingkan kalian dari jalan Allah 'Azza wa jalla dan pintu-Nya.
Hai yang ternoda karena ketamakannya, andaikata kau bersama penghuni bumi bersatu untuk mendatangkan sesuatu yang bukan bagianmu, maka kalian semua tidak akan mampu mendatangkannya. Oleh karena itu tinggalkanlah rasa tamak untuk mencari sesuatu ( rezeki ) yang telah ditetapkan untukmu, maupun yang tidak ditetapkan untukmu. Apakah pantas bagi seorang yang berakal untuk menghabiskan waktunya memikirkan sesuatu yang telah selesai pembagiannya….?
• Empat hal berikut menghapus agama kalian :
1. Kalian tidak mengamalkan apa yang kalian ketahui.
2. Kalian mengamalkan apa yang tidak kalian ketahui.
3. Kalian tidak mau mempelajari apa yang tidak kalian ketahui, maka selamanya kalian bodoh.
4. Kalian mencegah orang lain untuk mempelajari apa yang tidak mereka ketahui.
• Kalian menghadiri majelis ilmu hanya untuk mencari jalan keluar bagi permasalahan duniawi kalian, bukan untuk mengobati penyakit hati. Kalian tidak mendengarkan nasihat para penceramah, tetapi meneliti kesalahan mereka, kemudian menghina dan mentertawakannya, kalian juga bermain-main dalam majelis. Sesungguhnya kalian sedang mempertaruhkan diri kalian kepada Allah swt yang Maha Agung dan Maha Mulia. Segeralah bertobat, jamgan mencontoh musuh-musuh Allah 'Azza wa jalla. Berusahalah untuk mengambil manfaat dari apa yang kalian dengar.
• Berpuasalah! Tetapi ketika berbuka jangan lupakan faqir miskin. Berilah mereka sedikit makanan yang kau gunakan untuk berbuka. Jangan makan sendiri, sebab orang yang makan sendiri dan tidak memberi makan orang lain, dikhawatirkan kelak akan menjadi miskin dan hidup susah.
Perut kalian kenyang, tetangga kalian kelaparan, tetapi kalian mengaku sebagai Mukmin. Iman kalian tidaklah sah, jika kalian memiliki banyak makanan sisa, keluarga kalian telah makan, tetapi kalian tolak seorang peminta yang berdiri di depan pintu kalian, sehingga ia pergi dengan tangan hampa.
Jika ini kalian lakukan, ketahuilah, tak lama lagi kalian akan mengetahui berita kalian, kalian akan menjadi sepertinya, kalian akan diusir sebagaimana kalian mengusir peminta itu ketika kalian mampu memberinya.
Sungguh celaka dirimu, mengapa engkau tidak segera bangun dan memberikan sesuatu yang kau miliki dengan tanganmu sendiri. Andaikata kalian mau bangun dan memberinya sesuatu, maka kalian telah melakukan dua kebaikan, yaitu merendahkan diri kepada sang peminta dan berderma kepadanya. Lihatlah Nabi kita Muhammad saw, beliau berderma kepada peminta, memerah susu onta dan menjahit pakaian beliau dengan kedua tangan beliau sendiri. Bagaimana kalian berani mengaku sebagai pengikut beliau saw, perbuatan beliau saw. Kalian hanya pandai mengaku, tetapi tidak memiliki bukti….!
• Jika engkau bertemu dengan seseorang, maka yakinilah bahwa dia lebih baik darimu. Ucapkan dalam hatimu :
"Bisa jadi kedudukannya di sisi Allah swt jauh lebih baik dan lebih tinggi dariku"
jika bertemu anak kecil, maka ucapkanlah ( dalam hatimu ) :
"Anak ini belum bermaksiat kepada Allah swt, sedangkan diriku telah banyak bermaksiat kepada-Nya. Tentu anak ini jauh lebih baik dariku."
Jika bertemu orang tua, maka ucapkanlah ( dalam hatimu ) :
"Dia telah beribadah kepada Allah swt jauh lebih lama dariku, tentu dia lebih baik dariku."
Jika bertemu dengan seorang yang berilmu, maka ucapkanlah ( dalam hatimu ) :
"Orang ini memperoleh karunia yang tidak akan kuperoleh, mencapai kedudukan yang tidak akan pernah kucapai, mengetahui apa yang tidak kuketahui dan dia mengamalkan ilmunya, tentu dia lebih baik dariku."
Jika bertemu dengan seorang yang bodoh, maka katakanlah ( dalam hatimu ) :
"Orang ini bermaksiat kepada Allah swt karena dia bodoh ( tidak tahu ), sedangkan aku bermaksiat kepada-Nya padahal aku mengetahui akibatnya. Dan aku tidak tahu bagaimana akhir umurku dan umurnya kelak. Dia tentu lebih baik dariku."
Jika bertemu dengan orang kafir, maka katakanlah ( dalam hatimu ) :
"Aku tidak tahu bagaimana keadaannya kelak, bisa jadi di akhir usianya dia memeluk agama islam dan beramal saleh. Dan bisa jadi di akhir usia, diriku kufur dan berbuat buruk."
Komentar